Kamis, 12 Maret 2015

Cara Membuat Kolam Terpal Untuk Budidaya Ikan Lele

TAHAPAN KERJA
GAMBAR
1. Sobat siapkan bambu yang sudah dipotong-potong untuk dibentuk menjadi kerangka kolam ikan lele
2. Tancapkan bambu-bambu ke dalam tanah membentuk seperti persegi/persegi panjang
3. Bentuk kerangka menyerupai kotak, sobat bisa lihat gambar disamping
4. Lengkapi bilah-bilah kosong dengan bambu untuk memperkuat kerangka kolam
5. Sekarang waktunya untuk memasang pipa pembuangan. Lihat kembali gambar di samping
6. Setelah selesai, pasang terpal di kerangka kolam dan ikan bagian tepi-tepinya
7. Untuk bagian terpal yang dekat dengan bagian pipa pengeluaran, tekan lalu buat lubang di terpal seukuran lubang pipa pengeluaran menggunakan cutter.
8. Pasang pipa pengaturan yang sudah kita buat sebelumnya. Agar tidak bocor beri lem.
9. Dan kolam terpal siap dilaksanakan


Pembuatan kolam sudah rampung, tapi ada 2 hal perlu diperhatikan. Yang pertama terpal masih dalam keadaan baru, pasti ada bau-bau yang gak diinginkan ikan lele di sana. Untuk menetralisir isi kolam dengan air dan gosoklah dengan busa lalu keringkan. Dan yang kedua adalah pembuatan saluran pembuangan, jangan sampai air hasil pembuangan menggenangi daerah sekitar kolam. Sobat bisa membuat tempat saluran pembuangan sesuai kreatifitas sobat. Dan kolam terpal untuk budidaya ikan lele siap digunakan :)

sumber :  http://tutorialbudidaya.blogspot.com/cara-membuat-kolam-terpal-untuk_9506.html

Senin, 09 Maret 2015

TIPS MENGATASI KEGAGALAN BISNIS LELE

Dalam bisnis apapun  termasuk bisnis lele , selalu ada masalah  yang kerap dihadapi oleh para pengusaha lele. Kendala ini seharusnya tidak perlu dikhawatirkan karena anda pastinya tidak bisa menghindari berbagai masalah yang mungkin menimpa usaha anda. Justru dengan banyak masalah anda akan banyak belajar untuk melatih intuisi dan belajar mencari solusi yang tepat buat usaha anda sehingga jika dikemudian hari anda menemukan masalah yang sama anda sudah siap untuk melaluinya. Yang perlu anda ketahui yaitu mengenali lebih dekat sumber- sumber permasalahan yang mungkin menghampiri anda dan solusinya:

Kualitas Benih Buruk / Terjangkit Penyakit
Benih merupakan faktor penentu keberhasilan usaha lele anda. Bayangkan apa jadinya jika benih yang anda beli  tidak seperti yang anda harapkan. Mungkin benih tersebut  mudah terserang penyakit karena di hasilkan dengan teknik pemijahan yang tidak baik, bukan dari indukan yang berkualitas akibat perkawinan sedarah (inbreeding) seperti yang terjadi pada Lele Dumbo dimana tingkat pertumbuhannya mengalami keterlambatan. Nah untuk mengatasi kemungkinan hal ini terjadi dalam usaha anda, sebaiknya belihlah benih dari sentra produksi benih  yang menggunakan indukan berkualitas, menggunakan teknik pemijahan yang baik  dan sistim perawatan benih yang baik pula. Anda bisa berkunjung ke sentra produksi benih dan tanyakan kepada mereka hal – hal yang ingin anda ketahui sebelum anda melakukan pembelian benih sekalian menjalin hubungan kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua pihak.

Gangguan Hama
Hama merupakan predator dari benih, ada beberapa hama yang sering memangsa lele baik ukuran benih maupun ukuran lele konsumsi seperti ucrit, kini-kini, kodok, ular dan burung. Seperti pengalaman saya hama ucrit dan kini-kini merupakan pemangsa yang paling banyak memakan lele benih ukuran dibawah 2 cm. anda harus berhati –hati dan adakan pemeriksaan kolam secara rutin terutama sejak benih berukuran larva. Hama ini dapat menghabiskan ribuan benih yang masih kecil hanya dalam beberapa hari saja. Jika menemukan hama ini segera tangkap dengan menggunakan seser halus dan jangan menunda karna hama ini merupakan predator dengan tingkat kemampuan tinggi dalam memangsa lele benih. Pengguanaan pestisida hama atau sejenisnya sangat tidak disarankan karena akan menggangu kesehatan ikan bahkan bisa membunuh lele.  Untuk hama burung dapat dihindari dengan memasang paranet diatas kolam atau memasang tali yang terbentang dari satu sisi kolam ke sisi lainnya sehingga mempersulit burung untuk mencapai permukan air.

Pencegahan Penyakit.
Berbagai penyakit sering menyerang lele baik lele benih maupun lelel konsumsi. Penyakit       seperti  Perut Kembung yang disebabkan oleh Bakteri Aeromonas sp misalnya, sering membuat petani lele mengalami kerugian karena banyaknya ikan yang mati dalam waktu singkat. Walaupun banyak terdapat obat – obatan yang dijual di toko obat ikan untuk menanggulangi penyakit,  akan lebih baik jika dilakukan pencegahan jauh sebelum penyakit itu menyerang ikan. Upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara memberi vitamin, penggunaan probiotik untuk meningkatkan kualitas air, serta pemberian pakan yang bermutu tinggi.

Minimalkan Sifat Kanibal Lele
Lele merupakan hewan kanibal yaitu memangsa sesame lele terutama yang berukuran lebih kecil dan lemah akibat serangan penyakit. Akibatnya bisa dipastikan jumlah lele yang dipelihara banyak yang hilang tanpa jejak, atau anda hanya menemukan banyak  sisa kerangka ikan di dasar kolam. Anda dapat mengurangi sifat kanibal lele dengan cara menebar benih yang berukuran seragam. Misalnya tebar benih 7-8 cm untuk satu kolam dan jangan mencampurnya dengan benih yang berukuran lebih besar atau lebih kecil seperti ukuran5 cm dengan tujuan agar benih yang kecil tidak dimakan oleh lele yang berukuran besar terutama pada saat lapar. Selain penebaran benih yang ukurannya seragam, pemberian makan secara teratur dan cukup dapat mengurangi sifat kanibal lele dan lakuan penyortiran jika terlihat banyak lele yang berukuran lebih besar dari pada lainnya. Dengan cara – cara ini survival rate lele anda tetap tinggi dan tentunya hasil panen yang bagus dan tentunya meningkatkan penghasilan bisnis anda.

Kesalahan Dalam Teknis Pemeliharaan
Sebenarnya  usaha budidaya lele tidaklah sulit, tapi kenyataannya masih banyak orang yang gagal dalam merintis usaha ini. Salah satu penyebabnya adalah karena masalah teknis pemeliharaan dan banyak yang masih beranggapan bahwa lele itu mudah dipelihara dan tidak perlu perhatian khusus. Hal – hal sepeleh seperti ini sebenarnya yang menyebabkan kegagalan dalam usaha ini. Jika anda serius dalam menjalankan usaha ini, anda harus memperhatikan aspek teknis pemeliharaan yang baik sehingga bisa memberikan keuntungan finasisal seperti harapan anda. Jika ada yang anda tidak pahami mengenai seluk –beluk bisnis ini, anda bisa bertanya kepada teman anda yang lebih dahulu terjun ke bisnis ini atau mencari orang yang anda anggap mengetahui cara ternak lele yang baik sehingga anda bisa menjalankan usaha ini dengan baik.


sumber : https//:bibitleleonline.wordpress.com/tips-mengatasi-kegagalan-bisnis-lele-sangkuriang/

KEGAGALAN DALAM BUDIDAYA JAMUR TIRAM

Dalam pembuatan baglog jamur tiram, seringkali timbul yellow spot, green spot, gagal menumbuhkan miselium, perkembangan miselium lambat, baglog membusuk, dsb.


Kegagalan ini sebenarnya disebabkan oleh berbagai macam faktor, memang faktor kegagalan ini harus juga diperhitungkan agar kita siap dalam mengantisipasinya.
Seringkali faktor sterilisasi media dianggap sebagai satu-satunya sebab dalam kegagalan.

Padahal proses sterilisasi media hanya merupakan salah satu penyebab saja. Dalam berbagai analisa rekan-rekan, literatur, pengalaman, faktor-faktor kegagalan ini dapat disebabkan berbagai macam sebab. Posting kali ini mencoba sedikit menganalisa sebab-sebab tersebut dan sedikit antisipasinya.
Jika dari sahabat dan rekan-rekan memiliki pengalaman yang lain kami mohon kritik, saran, dan tentunya feedback nya agar juga menambahkan posting ini.

Faktor dari serbuk kayu yang digunakan
Media kayu adalah media utama dalam penumbuhan jamur ini. Jadi sangat penting untuk memperhatikan jenis serbuk kayu yang digunakan. Hendaknya untuk mempermudah budidaya, jenis kayu yang digunakan homogen atau tidak bercampur. Ini berpengaruh dalam lamanya waktu pengomposan dan juga tentunya perkembangan miselium. Untuk wilayah di pulau jawa, paling mudah menggunakan jenis kayu sengon laut. Pencampuran dengan jenis lainnya boleh dilakukan tetapi hendaknya 80% bersifat homogen.Seringkali kegagalan timbul karena pencampuran ini tidak terkontrol, apalagi tercampur dengan jenis kayu yang bergetah seperti kayu pinus, damar, cemara, dan sebagainya.
Penting juga untuk memperhatikan apakah dari penggergajian kayu, serbuk gergaji tersebut terkena tumpahan oli atau tidak, karena sangat beresiko jika digunakan dalam budidaya

Faktor PH
Dalam pencampuran media baglog, tingkat PH dari serbuk gergaji harus diperhatikan dengan benar di kisaran 7. PH yang terlalu basa (poin 7 keatas hingga 8) akan menyebabkan kegagalan. Karena faktor PH ini lah, dalam budidaya diperlukan pengomposan. Metoda pengomposan dari masing-masing pebudidaya memang lain-lain, tapi tujuannya satu yaitu menurunkan PH serbuk gergajian. Metoda itu antara lain:
  • Setelah mencampur, dibiarkan semalam, lalu baru dimasukkan ke dalam kantong baglog
  • Dengan mencampurkan EM4 untuk mempercepat pengomposan
  • Mencampur serbuk gergajian dengan kapur lalu dibiarkan minimal 3 minggu untuk pengomposannya.
Penting sekali untuk memeriksa kondisi PH ini sebelum dimasukkan ke dalam kantong. Pemeriksaan bisa dengan PH meter atau kertas lagmus. Ada pengalaman dari rekan-rekan, jika PH masih di kisaran 7,5 - 8, campuran diberi sedikit campuran air cuka.. lalu diperiksa kembali, setelah PH di sekitar 7, baru dimasukkan ke dalam kantong.
Faktor AIR
Dalam menambahkan kadar air, seringkali kita memang tidak memeriksa air yang digunakan. Ada yang menggunakan air sumur, air PDAM, atau malah air kali biasa. Kandungan kimia pada air tersebut terkadang tidak kita ketahui, jika terdapat kandungan yang mungkin saja bisa menggagalkan dalam proses budidaya, hal ini tentunya tidak kita inginkan. Cara sederhana untuk mengatasinya adalah, air yang akan kita gunakan hendaknya diendapkan dahulu, bisa juga dengan mencampurkan arang untuk menetralisir dan memurnikan air.

Faktor campuran yang kurang baik
Kadar dari campuran memang bermacam-macam dari masing-masing pebudidaya, tetapi rata-rata menggunakan nutrisi sekitar 10%-15%, ada yang maksimal hingga 20% dari berat gergajian. Nutrisi yang kami maksud di sini adalah perbandingan bekatul atau jagung.
Pastikan bahan yang digunakan dalam campuran masih dalam kondisi segar dan baru, tentunya kualitasnya juga harus baik.
Penting sekali untuk segera melakukan sterilisasi setelah campuran dimasukkan ke dalam kantong baglog. Karena setelah dimasukkan ke dalam plastik, akan timbul gas fermentasi yang dapat melambatkan tingkat kecepatan tumbuh miselium nantinya, atau bahkan menghentikannya sama sekali.
Lihat posting tentang campuran baglog

Faktor sterilisasi
Nah.. faktor ini yang sering menjadi momok pada budidaya. Metodanya banyak sekali, ada yang menggunakan tong, ada yang menggunakan steamer beton, plat baja. Ada yang langsung dipanaskan, ada yang menggunakan boiler sebagai penghasil uap panasnya. Intinya cuma satu, bagaimana metoda yang digunakan tersebut dapat memanaskan media baglog hingga 100 derajat C dan mematikan semua bakteri yang ada. Sehingga baglog yang sudah steril tersebut dapat tumbuh miseliumnya setelah ditanamkan bibit di dalamnya.
Air yang digunakan dalam memanaskan baglog juga sebaiknya harus selalu baru dan bersih.
Lihat posting kami tentang sterilisasi baglog.
Faktor kesalahan dalam inokulasi
Dalam melakukan inokulasi bibit jamur tiram putih, kondisi baglog setelah melalui proses sterlilisasi harus memiliki suhu yang pas..
Suhu baglog yang masih terlalu panas dapat menyebabkan kegagalan, begitu juga sebaliknya, suhu yang sudah terlalu dingin juga dapat menimbulkan kegagalan.
Suhu yang baik kira-kira di kisaran 35-38 derajat C (masih hangat sedikit, tapi tidak panas)
Jangan pula misalnya sudah lebih dari 2 hari keluar dari steamer proses sterilisasi, baru dilakukan proses inokulasi, ini sudah terlalu dingin.
Indikasi faktor inokulasi berhasil dapat dilihat seperti foto di bawah ini, walau hanya baru 3 hari, perkembangan miselium sudah terpantau dengan menyebarnya pengapasan.


Faktor bibit jamur yang kurang baik
Bibit jamur tiram putih sangat penting sekali dalam menentukan tingkat keberhasilan dalam budidaya jamur tiram putih. Kualitas bibit ini sangat menentukan keberhasilan. Jangan menggunakan bibit yang sudah terlalu tua. Itu sebabnya sebaiknya jika membeli bibit, janganlah yang kondisi sudah 100% miseliumnya, karena kita sendiri tidak tahu sudah berapa lama umur bibit itu sendiri. Bibit yang sudah terlalu tua (apalagi sudah tumbuh jamurnya) kurang baik untuk digunakan. Bibit yang berumur masih muda memiliki kekuatan yang lebih baik.
Dalam membeli bibit sebaiknya dalam kondisi 70% atau 80% miseliumnya. Dan segera digunakan setelah miselium menyelimuti botol (100%). Jika masih tertunda penggunaannya, maksimal seminggu setelah miselium bibit mencapai 100% sudah harus digunakan.
Dalam pembuatan bibit juga perlu diperhatikan dengan baik sejak dari proses di PDA. Jika perkembangan miselium di PDA sangat tebal dan bagus, InsyaALLAH selanjutnya jika diturunkan ke F1 dan F2 akan bagus terus. Contoh PDA yang bagus seperti pada foto botol sebelah kiri.


Komposisi bibit
Ada baiknya kita juga tahu komposisi nutrisi dari bibit yang akan kita gunakan. Komposisi nutrisi pada bibit jamur tiram menentukan kualitas kekuatan miselium dalam perkembangan di baglog nantinya. Indikasi sederhananya dapat terlihat pada warna putih miselium di botol bibit. Jika putihnya berwarna sangat putih, ini mengindikasikan nutrisi nya baik, tapi jika warna putihnya hanya semu saja, ini mengindikasikan nutrisi yang digunakan kurang.
tampak foto miselium putihnya tebal
walaupun masih kondisi 20%


lihat posting tentang pembibitan jamur

Faktor kebersihan ruang inkubasi
Pada ruang inkubasi, faktor kebersihan, sirkulasi udara, kelembaban juga harus sangat diperhatikan. Bisa jadi semua faktor sudah terlewati dengan baik, dan perkembangan miselium juga baik, tetali karena ruang inkubasi kurang bersih, perkembangan miselium justruk menjadi lambat dan malah terhenti sama sekali. Ada baiknya ruang inkubasi secara rutin dilakukan sterilisasi dengan menyemprotkan formalin 2% sebelum diisi baglog, ini untuk meyakinkan bersih dan sterilnya ruang inkubasi itu sendiri.
 
sumber : http://jamursekolahdolan.blogspot.com/kegagalan-dalam-budidaya-jamur-tiram.html

Budidaya Buah Sawo

1. SEJARAH SINGKAT
Sawo yang disebut neesbery atau sapodilas adalah tanaman buah berupa yang berasal dari Guatemala (Amerika Tengah), Mexico dan Hindia Barat. Namun di Indonesia, tanaman sawo telah lama dikenal dan banyak ditanam mulai dari dataran rendah sampai tempat dengan ketinggian 1200 m dpl, seperti di Jawa dan Madura.
2. JENIS TANAMAN
Tanaman sawo dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
  • Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
  • Sub Divisi : Angiospermae (Berbiji tertutup)
  • Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
  • Ordo : Ebenales
  • Famili : Sapotaceae
  • Genus : Achras atau Manilkara
  • Spesies : Acrhras zapota. L sinonim dengan Manilkara achr
Kerabat dekat sawo dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
  1. Sawo Liar atau Sawo Hutan : Kerabat dekat sawo liar antara lain: sawo kecik dan sawo tanjung. Sawo kecik atau sawo jawa (Manilkara kauki L. Dubard.) Sawo kecik dimanfaatkan sebagai tanaman hias atau tanaman peneduh halaman. Tinggi pohon mencapai 15 - 20 meter, merimbun dan tahan kekeringan. Kayu pohonnya sangat bagus untuk dibuat ukiran dan harganya mahal. Sawo tanjung (Minusops elingi) memiliki buah kecil-kecil berwarna kuning keungu-unguan, jarang dimakan, sering digunakan sebagai tanaman hias, atau tanaman pelindung di pinggir-pinggir jalan.
  2. Sawo Budidaya : Berdasarkan bentuk buahnya, sawo budidaya dibedakan atas dua jenis, yaitu:
    1. Sawo Manilas : Buah sawo manila berbentuk lonjong, daging buahnya tebal, banyak mengandung air dan rasanya manis. Termasuk dalam kelompok sawo manila antara lain adalah: sawo kulon, sawo betawi, sawo karat, sawo malaysia, sawo maja dan sawo alkesa.
    2. Sawo Apel : Sawo apel dicirikan oleh buahnya yang berbentuk bulat atau bulat telur mirip buah apel, berukuran kecil sampai agak besar, dan bergetah banyak. Termasuk dalam kelompok sawo apel adalah: sawo apel kelapa, sawo apel lilin dan sawoDuren
3. MANFAAT TANAMAN
Manfaat tanaman sawo adalah sebagai makanan buah segar atau bahan makan olahan seperti es krim, selai, sirup atau difermentasi menjadi anggur atau cuka. Selain itu, manfaat lain tanaman sawo dalam kehidupan manusia adalah:
  1. Tanaman penghijauan di lahan-lahan kering dan kritis.
  2. Tanaman hias dalam pot dan apotik hidup bagi keluarga;
  3. Tanaman penghasil buah yang bergizi tinggi; dan dapat dijual di dalam dan luar negeri yang merupakan sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga dan negara;
  4. Tanaman penghasil getah untuk bahan baku industri permen karet;
  5. Tanaman penghasil kayu yang sangat bagus untuk pembuatan perabotan rumah tangga.
4. SENTRA PENANAMAN
Pengembangan budidaya sawo sudah meluas hampir di seluruh Indonesia. Pada tahun 1990 areal penanaman sawo terdapat di 22 propinsi, kecuali N.T.T, Maluku, Irian Jaya, dan Timor Timur. Provinsi yang termasuk katagori lima besar sentra produsen sawo pada tahun 1993 adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, dan Kalimantan Barat. Produksi dan perdagangan mancanegara sawo manila sangat populer di Asia Tenggara. Data statistik menunjukkan bahwa wilayah Asia Tenggara merupakan produsen utama buah sawo manila ini. Pada tahun 1987, Thailand menghasilkan 53.650 ton dari jumlah 18.950 ha, Filipina menghasilkan 11.900 ton dari lahan 4.780 ha, dan Semenanjung Malaysia menghasilkan 15.000 ton dari lahan 1.000 ha.
5. SYARAT TUMBUH
5.1. Iklim
  1. Tanaman ini optimal dibudidayakan pada daerah yang beriklim basah sampai kering.
  2. Curah hujan yang dikehendaki yaitu 12 bulan basah atau 10 bulan basah dengan 2 bulan kering atau 9 bulan basah dengan 3 bulan kering atau 7 bulan basah dengan 5 bulan kering dan 5 bulan basah dengan 7 bulan kering atau membutuhkan curah hujan 2.000 sampai 3.000 mm/tahun.
  3. Tanaman sawo dapat berkembang baik dengan cukup mendapat sinar matahari namun toleran terhadap keadaan teduh (naungan).
  4. Tanaman sawo tetap dapat berkembang baik pada suhu antara 22-32 derajat C.
5.2. Media Tanam
  1. Jenis tanah yang paling baik untuk tanaman sawo adalah tanah lempung berpasir (latosol) yang subur, gembur, banyak bahan organik, aerasi dan drainase baik. Tetapi hampir semua jenis tanah yang diginakan untuk pertanian cocok untuk ditanami sawo, seperti jenis tanah andosol (daerah vulkan), alluvial loams (daerah aliran sungai), dan loamy soils (tanah berlempung).
  2. Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo adalah antara 6–7.
  3. Kedalaman air tanah yang cocok untuk perkembangan tanaman sawo, yaitu antara 50 cm sampai 200 cm.
5.3. Ketinggian Tempat
Tanaman sawo dapat hidup baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai dengan ketinggian 1.200 m dpl. Tetapi ada daerah-daerah yang cocok sehingga tanaman sawo dapat berkembang dan berproduksi dengan baik, yaitu dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 700 m dpl.
6. PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
  1. Persyaratan Bibit : Saat ini tanaman sawo sudah dapat dikembangkan dalam dua tempat, yaitu di kebun dan di dalam pot. Bibit yang dipilih sebaiknya bibit yang berasal dari cangkok atau sambung, sebab bibit yang berasal dari biji lambat dalam menghasilkan buah. Bibit dipilih yang sehat dengan daun yang kelihatan hijau segar dan mengembang sempurna serta bebas hama dan penyakit. Bibit dari cangkok dipilih yang memiliki cabang atau ranting yang bagus dan sehat.
  2. Penyiapan Bibit : Untuk memperoleh bibit tanaman sawo ada beberapa cara, misalnya dari biji, sambung, dan cangkok.
    1. Pembenihan biji : Perbanyakan tanaman sawo secara generatif dengan biji memiliki keunggulan dan kelemahan. Bibit yang berasal dari biji memiliki perakaran yang kuat dan dalam. Akan tetapi perbanyakan secara generatif hampir selalu memberikan keturunan yang berbeda dengan induknya karena ada pencampuran sifat kedua tetua atau terjadi proses segregasi genetis. Tanaman sawo yang berasal dari biji mulai berbuah pada umur ± 7 tahun. Teknik pembibitan tanaman sawo dari biji melalui tahap tahap sebagai berikut:
      1. Pemilihan buah : Pilih buah tua yang matang di pohon, sehat, bentuknya normal dan berasal dari pohon induk varietas unggul yang telah berbuah.
      2. Pengambilan biji
        • Belah buah menjadi beberapa bagian.
        • Ambil dan kumpulkan biji-biji sawo yang baik saja, kemudian tampung dalam wadah.
        • Cuci dalam air yang mengalir atau air yang disemprotkan sampai biji benar-benar bersih.
        • Keringkan biji selama 3 hari sampai 7 hari agar kadar air biji berkisar antara 12-14%.
        • Masukkan biji ke dalam wadah tertutup rapat untuk disimpan beberapa waktu.
      3. Pengecambahan benih
        • Siapkan bak pengecambahan yang telah diisi media pasir bersih setebal 10–15 cm.
        • Sebarkan biji sawo pada permukaan media, kemudian tutup dengan pasir setebal 1–2 cm.
        • Siram media dalam bak pengecambahan dengan air bersih hingga cukup basah.
        • Tutup permukaan bak pengecambahan dengan lembaran plastik bening (tembus cahaya) untuk menjaga kestabilan kelembaban media.
        • Biarkan biji berkecambah ditempat yang teduh selama 7 hari sampai 15 hari. Biji sawo yang telah berkecambah atau keluar akar sepanjang 2-5 mm dapat segera dipindahsemikan.
    2. Bibit Asal Enten (Grafting) : Penyambungan tanaman sawo sebagai batang atas dilakukan dengan tanaman ketiau atau melali (Bassia sp.) sebagai batang bawahnya. Metoda penyambungan yang dilakukan adalah metoda sambung pucuk (top grafting). Tata laksana memproduksi bibit sawo dengan cara sambung pucuk (top grafting) adalah sebagai berikut:.
      1. Persiapan : Siapkan alat dan bahan berupa pisau tajam, tali rafia atau lembar plastik, gunting, kantong plastik bening, batang bawah melali atau bassia umur 3-6 bulan atau berdiameter batang 0,3–0,7 cm, dan cabang atau tunas entres.
      2. Pelaksanaan sambung pucuk
        • Potong ujung batang tanaman bassia pada ketinggian 15–20 cm dari permukaan tanah.
        • Sayat batang bawah membentuk celah atau huruf V sepanjang 3–5 cm.
        • Sayat cabang entres sepanjang 4 cm membentuk baji seukuran sayatan batang bawah dan buang sebagian daunnya.
        • Masukkan pangkal cabang entres ke celah batang bawah hingga pas benar.
        • Ikat erat-erat hasil sambungan tadi dengan tali rafia atau lembaran plastik.
        • Kerudungi hasil sambungan dengan kantong plastik bening selama 10-15 hari.
      3. Pengakhiran : Hasil sambungan dapat diperiksa setelah 10 hari sampai 15 hari kemudian. Caranya adalah dengan membuka kerudung kantong plastik, kemudian mata entres atau bidang sambungan diperiksa. Jika mata entres berwarna hijau dan segar berarti penyambungan berhasil. Sebaliknya, bila mata entres berwarna coklat dan kering berarti penyambungan gagal.
    3. Bibit Cangkok : Perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan cangkok paling umum dipraktekkan oleh pembibit tanaman tahunan, khususnya buah-buahan. Kelemahan bibit cangkok adalah sistem perakaran kurang kuat karena tidak memiliki akar tunggang. Keuntungan perbanyakan tanaman dengan cangkok, antara lain adalah sebagai berikut:
      1. cangkok mempercepat kemampuan berbuah karena pada umur kurang dari satu tahun tanaman sudah mulai berbunga atau berbuah;
      2. cangkok memperoleh kepastian kelamin serta sifat genetiknya sama dengan pohon induk;
      3. Habitus tanaman pada umumnya pendek (dwarfing) sehingga memudahkan pemeliharaan dan panen. Tata laksana pembibitan tanaman sawo dengan cangkok adalah sebagai berikut:
        1. Persiapan : Siapkan alat dan bahan yang terdiri dari pisau, sabut kelapa atau lembaran plastik, tali pembalut, kotak alat, tali, media atau campuran tanah subur dengan pupuk kandang (1:1), dan cabang yang cukup umur.
        2. Pelaksanaan mencangkok :
          • Pilih cabang yang memenuhi persyaratan, yaitu berukuran cukup besar, tidak terlalu muda ataupun tua, pertumbuhannya baik, sehat dan tidak cacat, serta lurus.
          • Tentukan tempat untuk keratan pada bagian cabang yang licin.
          • Buat dua keratan (irisan) melingkar cabang dengan jarak antara 3–5 cm.
          • Lepaskan kulit cabang bidang keratan tadi.
          • Kerik kambium hingga tampak kering.
          • Biarkan bekas keratan mengering antara 3 hari sampai 5 hari.
          • Olesi bidang sayatan dengan zat pengatur tumbuh akar, seperti Rootone F.
          • Ikat pembalut cangkok pada bagian bawah keratan.
          • Letakkan media pada bidang karatan sambil dipadatkan membentuk bulatan setebal ± 6 cm.
          • Bungkus media dengan pembalut sabut kelapa atau lembaran plastik.
          • Ikat ujung pembalut (pembungkus) di bagian ujung keratan.
          • Ikat bagian tengah pembungkus cangkok, dan buat lubang-lubang kecil dengan cara ditusuk-tusuk lidi.
        3. Pemotongan bibit cangkok : Setelah bibit cangkok menunjukkan perakarannya (1,5–3,5 bulan dari pencangkokan), potong bibit cangkok dari pohon tepat dibawah bidang keratan.
        4. Pendederan bibit cangkok :
          • Siapkan polybag berdiameter antara 15-25 cm atau sesuai dengan ukuran bibit cangkok.
          • Isi polybag dengan media berupa campuran tanah dan pupuk kandang matang (1:1) hingga mencapai setengah bagian polybag.
          • Lepaskan (buka) pembalut bibit cangkok.
          • pangkas sebagian dahan, ranting, dan daun yang berlebihan untuk mengurangi penguapan.
          • Tanamkan bibit cangkok tepat di tengah-tengah polybag sambil mengatur perakarannya secara hati-hati.
          • Penuhi polybag dengan media hingga cukup penuh sambil memadatkan pelan-pelan pada bagian pangkal batang bibit cangkok.
          • Siram media dalam polybag dengan air bersih hingga cukup basah.
          • Simpan bibit cangkok di tempat yang teduh dan lembab.
          • Biarkan dan pelihara bibit cangkok selama 1-1,5 bulan agar beradaptasi dengan lingkungan setempat dan tumbuh tunas-tunas dan akar baru.
          • Pindah tanamkan bibit cangkok yang sudah tumbuh cukup kuat ke kebun atau dalam pot.
        5. Pengakhiran : Berhasil tidaknya cangkok dapat diketahui setelah 1,5-3,5 bulan kemudian. Berdasarkan pengalaman para pembibit tanaman buah-buahan, pembungkus (pembalut) cangkok yang berupa lembaran plastik lebih cepat menumbuhkan akar dibandingkan sabut kelapa.
  3. Teknik Penyemaian Benih
    1. Pembuatan media persemaian : Persemaian dapat dilakukan pada bedengan persemaian atau menggunakan polybag. Tata laksana penyiapan lahan persemaian berupa bedengan adalah sebagai berikut:
      1. Buat bedengan persemaian berukuran 100-150 cm, tinggi 30-40 cm, panjang tergantung keadaan lahan, dan jarak tanam antar bedengan 50-60 cm.
      2. Sebarkan pupuk kandang sebanyak 2 kg/m 2 sampai 3 kg/m 2 luas bedengan, lalu campurkan merata dengan lapisan tanah atas.
      3. Buat tiang-tiang persemaian setinggi 100-150 cm di sebelah dan 75-100 cm di sebelah barat, kemudian pasang palang-palang dan atap persemaian yang terbuat dari plastik atau daun kering.
      4. Ratakan dan rapikan bedengan persemaian, lalu siram dengan air bersih hingga cukup basah. Tata cara penyiapan tempat semai dalam polybag adalah sebagai berikut:
        1. Siapkan polybag berdiameter 10-15 cm, media campuran tanah subur, pupuk kandang halus (diayak), dan pasir (1:1:1), atau campuran tanah dengan pupuk kandang (1:1).
        2. Lubangi bagian dasar polybag untuk pembuangan air.
        3. Isikan media ke dalam polybag hingga cukup penuh.
        4. Simpan polybag yang telah diisi media di tempat yang rata mirip bedengan dan diberi naungan.
    2. Penyemaian
      1. Semaikan biji sawo yang sudah berkecambah (7-15 hari setelah tahap pengecambahan biji) pada bedengan penyemaian atau dalam polybag sedalam 1-2 cm. Jarak semai antar biji yang disemai pada bedengan penyemaian diatur 10 cm x 10 cm atau 15 cm x 15 cm. Penyemaian dalam polybag cukup diisi satu butir biji sawo tiap polybag.
      2. Siram media dengan air bersih hingga cukup basah.
      3. Biarkan biji tumbuh menjadi bibit muda.
  4. Pemeliharaan Pembibitan/Penyemaian : Tata laksana pemeliharaan bibit dalam tempat penyemaian adalah sebagaiberikut:
    1. Lakukan penyiraman secara kontinu tiap hari 1 kali sampai 2 kali, atau tergantung pada cuaca dan keadaan media.
    2. Pupuklah tanaman muda tiap 1 bulan sampai 3 bulan sekali dengan pupuk NPK (15-15-15 atau 16-16-16) sebanyak 10 gram sampai 25 gram, yang dilarutkan dalam 10 liter air untuk disiramkan pada media.
    3. Lakukan penyemprotan pestisida bila ditemukan serangan hama dan penyakit dengan menggunakan dosis rendah (30-50% dari dosis anjuran).
    4. Pindah tanamkan bibit dari bedengan persemaian secara cabutan ke dalam polybag, atau dari polybag lama ke polybag baru yang ukurannya lebih besar.
    5. Pelihara bibit sawo sampai cukup besar atau setinggi 50-100 cm untuk siap ditanam.
  5. Pemindahan Bibit : Bibit sawo yang telah siap dipindahkan adalah bibit yang telah mencapai ketinggian 50-100 cm.
6.2. Pengolahan Media Tanam
  1. Persiapan : Penetapan areal untuk perkebunan sawo harus memperhatikan faktor kemudahan transportasi dan sumber air.
  2. Pembukaan Lahan
    1. Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
    2. Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.
6.3. Teknik Penanaman
  1. Penentuan Pola Tanam : Untuk tujuan mendapatkan buah yang banyak, menanam sawo di kebun memanglebih tepat. Penanaman tidak hanya dilakukan dengan satu atau dua buah pohon, tetapi dalam jumlah yang banyak. Tanaman sawo di kebun dapat tumbuh besar dengan tajuk yang lebar. Mengingat hal ini maka penanaman sawo harus dilakukan dengan jarak yang tidak terlalu rapat antara tanaman yang satu dengan tanaman yang lain. Jarak tanam untuk sawo yang dianggap cukup adalah 12 m x 12 m. Dengan jarak tanam seperti ini, antara tanaman sawo yang satu dengan yang lain tidak bersentuhan yang dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan. Penanaman sebaiknya dilakukan pada waktu musim penghujan.
  2. Pembuatan Lubang Tanam : Pembuatan lubang tanam dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi bibit yang akan ditanam. Untuk itu tanah tempat penanaman dalam lubang tanam haru gembur karena sistem perakaran bibit yang masih lemah.Lubang tanam untuk sawo dapat dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm.Tanah galian bagian atas ± 30 cm dipisah dengan tanah bagian bawah. Keduanya kemudian dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 20 kg sampai rata. Pupuk kandang ini berfungsi sebagai pupuk dasar. Selama dua minggu lubang tanam ini dibiarkan terjemur sinar matahari. Bila bibit telah siap, bisa langsung ditanam di lubang tanam. Tetapi bila bibit belum siap tanam, maka tanah galian bagian bawah dikembalikan ke bawah dan tanah galian atas dikembalikan ke bagian atas. Sebagai tanda bahwa di tempat itu ada lubang tanam, dapat ditandai dengan kayu yang ditancapkan pada lubang tersebut. Setelah bibit siap tanam maka lubang tanam digali lagi.
  3. Cara Penanaman : Sebelum ditanam, pembungkus (polybag) harus dilepas dengan hati-hati agar tanahnya tidak berantakan dan perakaran tidak rusak. Penanaman dilakukan sedalam leher akar tegak di tengah lubang tanam.Masukkan tanah bagian atas bekas galian lebih dahulu, baru disusul tanah bagian bawah bekas galian. Tanah di sekeliling akar tanaman dipadatkan agar tidak terjadi rongga-rongga udara yang dapat menyulitkan akar mencari makan.
6.4. Pemeliharaan Tanaman
  1. Penyiangan : Setelah satu bulan sampai dua bulan tanam, perlu dilakukan penyiangan tanaman sawo untuk membersihkan rumput dan gulma yang menggangu. Jika tanaman sudah tumbuh besar gangguan tersebut tidak berarti, tetapi jika tanaman masih kecil akan sangat berarti karena akan mengganggu pertumbuhan tanaman sawo. Gangguan tumbuhan parasit seperti benalu juga harus diperhatikan. Jika kelihatan pada ranting pohon sawo terdapat benalu atau parasit agar segera dibersihkan dengan cara memotong ranting tempat benalu menempel. Pemotongan sebaiknya dilakukan sebelum benalu berbunga. Perlu pula dilakukan pemberantasan benalu pada pohon lain di dekat tanaman sawo untuk mencegah penularan.
  2. Pembubunan : Pada saat melakukan penyiangan tanaman sawo, dapat juga dilakukan pembubunan tanah di sekitar tanaman. Pembubunan dilakukan untuk menggemburkan tanah di sekitar tanaman sawo dan untuk memperkokoh batang tumbuhnya.
  3. Pemupukan : Sebagai pedoman pemupukan dapat diberikan 250-500 gram urea/pohon/tahun sebelum tanaman sawo berbuah. Pemupukan ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun, karena urea adalah sumber N yang berfungsi untuk merangsang pertumbuhan batang dan daun. Bila tanaman sudah waktunya berbuah, kurang lebih berumur 4 tahun, dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk majemuk NPK (10-20-15) yang kandungan fosfor (P) dan kaliumnya (K) tinggi sebanyak 500 gram per pohon tiap tahun. Bila tidak ada NPK bisa diganti dengan pupuk urea, DS, dan KCl sebanyak 108 gram, 277 gram, dan 144 gram. Unsur P bagi tanaman berfungsi untuk mempercepat pembungaan, sedangkan unsur K berfungsi untuk menjaga bunga dan buah supaya tidak mudah gugur. Jumlah pupuk tersebut secara bertahap ditingkatkan sampai 2 kg/pohon tiap tahun untuk tanaman sawo yang telah berumur 15 tahun. Selain urea dan NPK yang diberikan, perlu juga diberikan pupuk kandang sebanyak 10 kg/pohon untuk memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk lanjutan tersebut dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Dosis yang diberikan setengah dari yang disebutkan di atas. Cara pemberian pupuk dengan menaburkan pupuk ke dalam parit yang digali di bawah pohon mengelilingi lingkaran tajuk dengan lebar dan kedalaman ± 10 cm. Dapat juga ditanam pada empat lubang di bawah tajuk pohon dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm untuk tiap lubang.
  4. Penyiraman : Pada awal tanaman sawo memulai kehidupannya, perlu dilakukan penyiraman paling sedikit dua minggu sekali jika tidak ada hujan. Pemberian air pada tanaman sawo perlu dilakukan sampai tanaman berumur 3-4 tahun. Semakin tua tanaman, semakin tahan terhadap kekeringan. Kekurangan air pada waktu tanaman sawo sedang berbunga atau berbuah dapat menyebabkan bunga atau buah mudah gugut. Pemberian air yang baik dan teratur akan menghasilkan buah dengan jumlah dan kualitas yang baik.
  5. Waktu Penyemprotan Pestisida : Penyemprotan dengan pestisida atau insektisida dapat dilakukan jika pada tanaman sawo terdapat hama dan penyakit yang menyerangnya, yaitu:
    1. Penyemprotan dengan insektisida jenis Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4 cc/liter air untuk membunuh lalat buah (Ceratitis capitata atau Dacus sp.).
    2. Penyemprotan dengan insektisida jenis Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air untuk membunuh kutu hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan kutu coklat (Saissetia nigra) yang menyerang ranting muda dan daun-daun tanaman sawo yang menyebabkan ranting dan daun mengkerut, layu, kering, dan terhambat pertumbuhannya.
    3. Penyemprotan dengan fungisida Cuspravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu sekali untuk mengatasi dan mencegah serangan jamur upas yang disebabkan oleh jamur Corticium salmonicolor.
    4. Penyemprotan dengan fungisida Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi penyakit jamur jelaga yang disebabkan oleh jamur Capnodium sp. Penyemprotan dengan fungisida Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh jamur Phytopthora valmivora Butl. Yang menyebabkan busuk buah sawo.
  6. Pemangkasan : Jika dibiarkan tumbuh secara alami, tanaman sawo dapat mencapai ketinggian 20 m. Pohon dengan ketinggian seperti itu akan menyulitkan dalam pemetikan buah. Agar tanaman sawo tidak terlalu tinggi, maka dilakukan pemangkasan. Pemangkasan juga bertujuan membentuk sistem percabangan yang baik dan kuat. Ada dua tahap pemangkasan pada tanaman sawo, yaitu pemangkasan bentuk dan pemangkasan pemeliharaan.
    1. Pemangkasan Bentuk : Pemangkasan bentuk ditujukan untuk mengatur tinggi rendah dan bentuk tajuk untuk memudahkan dalam pemetikan buah serta pengontrolan terhadap hama dan penyakit. Pemangkasan pertama dilakukan ketika tanaman telah mencapai tinggi 100-160 cm. Pemangkasan dilakukan pada musim penghujan dengan memotong ujung batang hingga ketinggiannya tinggal 75-150 cm. Tempat pemangkasan harus sedikit di atas ruas batang. Untuk mencegah penyakit, luka bekas pangkasan dapat ditutup dengan cat meni atau parafin. Beberapa hari setelah pemangkasan akan tumbuh tunas-tunas baru. Tiga dari tunas yang tumbuh sehat dan tidak saling berdekatan dipilih sebagai cabang primer dan tunas lainnya dibuang. Pemangkasan ke dua dilakukan pada awal musim penghujan berikutnya, tunas yang telah berumur satu tahun dipangkas lagi hingga panjangnya tinggal 25-40 cm. Pemangkasan ini dilakukan tepat di atas mata tunas. Akibat pemangkasan ini akan muncul tunas-tunas baru. Tiga sampai empat tunas yang sehat dibiarkan tumbuh menjadi cabang sekunder dan tunas yang lain dipotong. Pemangkasan ke tiga yang merupakan pemangkasan terakhir dilakukan pada awal musim penghujan berikutnya, cabang-cabang sekunder dipotong untuk membentuk cabang-cabang tersier. Pemotongan dilakukan sampai jumlah cabang-cabang sekunder tinggal dua pertiganya. Setelah pemangkasan ini akan muncul tunas-tunas baru. Dua atau tiga tunas dari masing-masing cabang sekunder dibiarkan tumbuh, yang lainnya dibuang setelah tumbuh sepanjang 10 cm.
    2. Pemangkasan Pemeliharaan : Pemangkasan pemeliharaan ditujukan untuk mencegah serangan penyakit, menumbuhkan tunas baru untuk mengganti cabang tua yang tidak berproduktif lagi, serta mengurangi kerimbunan sehingga sinar matahari dapat dimasukkan ke mahkota tajuk. Dalam pemangkasan ini yang perlu dipangkas adalah cabang-cabang air yaitu cabang-cabang yang tumbuh lurus ke atas dengan kecepatan pertumbuhan lebih besar dibandingkan cabang-cabang lain. Warna cabang air ini lebih muda dengan jarak antar ruas cabang yang lebih panjang. Selain cabang air yang perlu dihilangkan adalah cabang yang tumbuh liar, cabang yang sakit atau rusak, dan cabang yang terlalu rendah. Pemangkasan pemeliharaan ini dapat dilakukan setiap saat jika diperlukan.
7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
  1. Lalat buah(Dacus sp.)
    • Gejala: terdapat bintik-bintik kecil berwarna hitam atau cokelat pada permukaan kulit, tetapi dagin buah sudah membusuk.
    • Pengendalian:
      1. membersihkan : (sanitasi) sisa-sisa tanaman di sekitar tanaman dan kebun;
      2. membungkus buah sejak stadium muda;
      3. memasang perangkap lalat buah yang mengandung bahan metyl eugenol, misalnya M-Atraktan, dalam botol plastik bekas;
      4. menyemprotkan perangkap lalat buah, seperti Promar yang dicampur dengan insektisida kontak atau sistemik;
      5. menginfus akar tanaman dengan larutan insektisida sistemik, seperti Tamaron, dengan konsentrasi 3-5% pada fase
        sebelum berbunga;
      6. menyemprot tanaman dengan insektisida kontak, seperti Agrothion 50 EC dengan dosis 3-4 cc/liter air.
  2. Kutu hijau (Lecanium viridis atau Coccus viridis) dan Kutu cokelat(Saissetia nigra)
    • Menyerang ranting muda dan daun tanaman sawo dengan cara menghisap cairan yang terdapat di dalamnya. Selain menghisap cairan, kutu-kutu ini juga menghasilkan embun madu yang dapat mengundang kehadiran cendawan jelaga.
    • Pengendalian: dengan penyemprotan insektisida, seperti Diasinon 60 EC dengan dosis 1-2 cc/liter air atau Basudin 50 EC dengan dosis 2 cc/liter air yang disemprotkan langsung ke kutu-kutu tersebut.
7.2. Penyakit
  1. Jamur upas
    • Penyebab: jamur Corticium salmonocolor. Spora dari jamur ini menular kemana-mana oleh hembusan angin.
    • Gejala:
      1. Stadium rumah laba-laba, yaitu ditandai dengan munculnya meselium tipis berwarna mengkilat seperti sutera atau perak. pada stadium ini jamur belum masuk ke dalam kulit tanaman sawo;
      2. Stadium bongkol, yaitu stadium dimana jamur membentuk gumpalan-gumpalan hifa di depan lentisel;
      3. Stadium corticium, yaitu stadium dimana jamur membentuk kerak berwarna merah muda yang berangsur-angsur berubah menjadi lebih muda lalu menjadi putih. Kerak yang terbentuk terdiri dari lapisan basidium yang pada
        setiap basidiumnya terdapat basidiospora. Kulit tanaman sawo yang terdapat di bawah kerak tersebut akhirnya busuk;
      4. Stadium necator, yaitu stadium dimana jamur membentuk banyak piknidium yang berwarna merah. Piknidium ini terdapat pada sisi cabang atau ranting yang lebih kering.
    • Pengendalian:
      1. Pada stadium laba-laba, penyakit ini dapat diatasi dengan cara menggosok tempat yang terserang jamur sampai hilang. Bekas luka gosokan diolesi dengan cat meni, ter, atau carbolineum;
      2. Penyemprotan dengan fungisida yang mengandung tembaga berkadar tinggi seperti Cupravit OB 21 dengan dosis 4 gram/liter air setiap tiga minggu sekali untuk menghindari munculnya serangan lagi;
      3. Pemotongan pada bagian tanaman yang terserang apabila jamur sudah mencapai stadium bongkol, corticium, atau necator. Pemotongan dilakukan pada bagian yang sehat jauh dari batas bagian yang sakit. Bagian yang dipotong kemudian diolesi dengan fungisida dan dibakar.
  2. Jamur jelaga
    • Penyebab: jamur Capnodium sp.
    • Gejala: serangan jamur ini berupa warna hitam seperti beludru yang menutupi permukaan daun sawo. Serangan lebih lanjut dapat menutupi seluruh daun dan ranting tanaman sawo.Jika serangan jamur ini berjumlah banyak, proses fotosintesa tanaman sawo akan terganggu sehingga pertumbuhan terhambat. Serangan yang terjadi pada saat tanaman berbunga dapat mengakibatkan buah yang terbentuk hanya sedikit. Jika yang terserang adalah buah, dapat menyebabkan kerontokan atau berkurangnya kualitas buah.
    • Pengendalian:
      1. melenyapkan serangga yang menghasilkan embun madu terlebih dahulu dengan insektisida;
      2. dilakukan penyemprotan dengan fungisida seperti Antracol 70 WP dengan dosis 2 gram/liter air atau Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8-2,4 gram/liter air.
  3. Busuk buah
    • Penyebab: jamur Phytopthora palmivora Butl.
    • Gejala: mula-mula kulit buah berbercak-bercak kecil berwarna hitam atau cokelat, kemudian melebar dan menyatu secara tidak beraturan, daging buah membusuk dan berair, serta kadang-kadang buah berjatuhan (gugur).
    • Pengendalian:
      1. dengan cara pemotongan buah yang sakit berat, pengumpulan dan pemusnahan buah yang terserang;
      2. penyemprotan fungisida, seperti Dithane M-45 80 WP dengan dosis 1,8 gr – 2,4 gram/liter air.
  4. Hawar benang putih
    • Penyebab: jamur (cendawan) Marasmius scandens Mass, yang tumbuh pada permukaan batang dan cabang tanaman sawo.
    • Gejala: daun-daun mengering dan berguguran. Pada ranting yang mengering terdapat benang-benang jamur berwarna putih.
    • Pengendalian:
      1. dengan cara mengurangi kelembaban kebun, memotong bagian tanaman yang sakit berat;
      2. mengoleskan atau menyemprotkan fungisida, seperti Benlate dengan dosis 2 gr/1 air.
8. PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Tanaman sawo yang dikembangbiakkan dengan pencangkokan dapat menghasilakan buah hanya sampai 3-5 tahun, sedangkan yang melalui penyambungan antara 5-6 tahun. Buah sawo kadang-kadang matang tidak serempak sehingga pemanenan dilakukan dengan bertahap dengan cara memilih buah yang sudah menunjukkan ciri fisiologis untuk dipanen (tua). Ciri-ciri buah sawo yang sudah tua adalah ukuran buah maksimal, kulit berwarna cokelat muda, daging buah agak lembek, bila dipetik mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit. Pemetikan buah yang masih muda sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu yang lama untuk pemeramannya dan rasa buah tidak manis (sepat).
8.2. Cara Panen
Umumnya pohon sawo cukup tinggi, buahnya terdapat di ujung batang muda yang jumlahnya hanya sedikit, sehingga untuk mengetahui buah yang cukup tua sangat sulit. Oleh karena itu, pemanenan dilakukan dengan cara memanjat pohon. Apabila belum mencapai buahnya, dapat disambung dengan galah. Namun penggunaan galah ini sering menyebabkan buah jatuh dan pecah. Pada buah yang jatuh tetapi tidak pecah, akan terjadi penggumpalan getah di sekitar bijinya. Ada anggapan bahwa penggumpalan getah ini disebabkan karena buah terserang penyakit. Walapun terdapat gumpalan getah di sekitar biji, tetapi tidak mengurangi rasa manis buah sawo tersebut. Untuk menjaga agar buah tidak pecah sewaktu dipetik, sebaiknya sebelum pemetikan, pada bagian bawah pohon diberi jaring agar buah tidak langsung jatuh ke tanah dan sebaiknya pemetikan dilakukan sebelum buah terlalu tua.
9. PASCAPANEN
9.1. Pengumpulan
Setelah semua buah yang sudah tua dipanen, kemudian dilakukan pengumpulan buah-buah tersebut. Kumpulkan buah-buah tersebut dalam suatu wadah atau tempat, setelah semua terkumpul, kemudian dilakukan pencucian untuk menghilangkan kulit yang kasar atau kulit gabusnya.
9.2. Penyortiran dan Penggolongan
Penyortiran dan penggolongan buah sawo hasil panen dilakukan untuk memisahkan buah yang baik dari yang jelek dan memisahkan buah yang berukuran sama. Untuk buah yang sudah sangat rusak, sebaiknya dibuang, tetapi buah yang rusak sedikit dapat dipisahkan untuk dijual ketempat yang dekat dengan harga murah.
9.3. Penyimpanan
Buah sawo yang sudah diberi perlakuan (pencucian dan pengasapan) mempunyai kulit yang sangat tipis sehingga mudah rusak dan tidak tahan lama dalam penyimpanannya. Ada beberapa cara penyimpanan agar buah lebih tahan lama, salah satunya dengan mengatur temperatur ruang penyimpanan. Buah sawo yang masak bila disimpan dalam temperatur ruang hanya tahan 2 hari sampai 3 hari, tetapi bila dalam ruangan yang mempunyai temperatur 0 derajat C, buah sawo tetap dalam keadaan baik selama 12 hari sampai 14 hari. Kelembaban (nisbi) yang dibutuhkan dalam ruang penyimpanan adalah 85-90%. Buah sawo yang yang belum masak akan tahan disimpan selama 17 hari dalam ruangan yang bertemperatur 15 derajat C.
9.4. Pengemasan dan Pengangkutan
1) Pengemasan
Pengemasan buah-buahan di Indonesia, masih menggunakan keranjang bambu. Bentuk dan kapasitasnya bervariasi, biasanya kapasitas kemasan antara 40 kg sampai 100 kg. Dalam pengemasan buah digunakan bahan-bahan pembantu, misalnya daun kering, daun pisang, merang, dan kertas koran.
2) Pengangkutan
Umumnya, petani penghasil buah di Indonesia mengangkut hasil panennya dengan kreativitas sendiri. Pengangkutan hasil ini dalam volume kecil, yaitu dariladang ke tempat penampungan, pembeli, atau ke pusat-pusat pengumpul sehingga pemasaran tahap pertama dapat berlangsung.
9.5. Pengasapan dan Pemeraman
Pengasapan dan pemeraman dilakukan agar buah cepat masak dan empuk. Tata laksana pengasapan dan pemeraman adalah sebagai berikut:
  1. Buat lubang pada tanah berbentuk segi empat. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah buah sawo.
  2. Hamparkan dan gamal (Glyricidae) atau daun pisang di bagian dasar dan semua sisi lubang.
  3. Masukkan buah sawo secara teratur ke dalam lubang, kemudian tutup dengan daun gamal atau daun pisang.
  4. Masukkan potongan bambu gelondongan untuk menghembuskan asap ke dalam lubang.
  5. Timbun lubang tanah hingga cukup tebal.
  6. Bakar dedaunan kering, lalu asapnya diarahkan ke dalam lubang melalui potongan bambu.
  7. Tutup atau ambil gelondongan bambu.
  8. Biarkan buah sawo diperam selama sehari semalam.
9.6. Penanganan Lain
Buah sawo dapat diawetkan dalam air gula atau dibuat selai untuk pengoles roti, dan dapat juga dibuat serbat atau dicampur ke dalam es krim. Sari buah sawo dapat digodok menjadi sirup dan difermentasikan menjadi anggur dan cuka

sumber : http://budidaya-petani.blogspot.com/2013/05/budidaya-sawo.html.

Buah Sawo baik untuk jantung

Selain kaya gula, sawo juga mengandung zat gizi lain seperti mineral, vitamin, karbohidrat, dan serat pangan. Buah ini juga baik untuk kesehatan jantung dan pembuluh darah.
Buah sawo (Achras sapota L) cukup dikenal masyarakat Indonesia. Baunya harum dan rasanya manis lezat. Dalam bahasa Inggris, sawo disebut sapodilla, chikoo, atau sapota. Di India, sawo disebut chikoo, di Filipina dikenal sebagai tsiko, dan di Malaysia ciku. Masyarakat Tionghoa menyebut buah sawo sebagai hong xiêm.
Buah sawo matang biasanya dikonsumsi dalam keadaan segar. Rasa getahnya masih sering melekat pada mulut. Dalam kondisi matang, buah ini dapat dibuat menjadi minuman segar atau sebagai campuran es krim. Namun, hal tersebut belum diusahakan secara komersial.
Sawo berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Di India, Sri Lanka, Filipina, Meksiko, Venezuela, Guatemala, dan Amerika Tengah, buah sawo sudah dibudidayakan secara komersial. Di Indonesia, sawo umumnya dibudidayakan sebagai tanaman pekarangan untuk dinikmati buahnya, terutama di daerah Sumatera Barat, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Biji sawo berwarna hitam berkilat atau coklat kehitaman. Bentuknya pipih dan besar. Biji sawo mengandung saponin, kuersetin, dan minyak sebanyak 23 persen. Biji sawo sebaiknya tidak dikonsumsi karena kandungan asam hidrosianik yang cukup tinggi dapat menjadi racun. Sementara itu, bunga sawo merupakan bahan utama pembuatan parem, yaitu bubuk obat tradisional yang digosokkan pada seluruh badan pada ibu yang baru melahirkan.
Rasa buah sawo yang manis membuat buah ini banyak penggemarnya. Rasa manis ini disebabkan kandungan gula dalam daging buah dengan kadar 16-20 persen.
Bukan hanya gula, dalam daging buah sawo terkandung pula lemak; protein; vitamin A, B, dan C; mineral besi, kalsium, serta fosfor. Komposisi gizi buah sawo dapat dilihat pada tabel.
Buah sawo memiliki kandungan mineral cukup baik. Buah ini merupakan sumber kalium yang baik, yaitu 193 mg/100 g. Di lain pihak, sawo juga memiliki kadar natrium yang rendah, 12 mg/100 g. Perbandingan kandungan kalium dan natrium yang mencapai 16:1 menjadikan sawo sangat baik untuk jantung dan pembuluh darah.
Selain kaya kalium, sawo juga mengandung sejumlah mineral penting lainnya. Kandungan mineral lainnya per 100 gram buah sawo adalah: kalsium (21 mg), magnesium (12 mg), fosfor (12 mg), selenium (0,6  mg), seng (0,1 mg), dan tembaga (0,09 mg).
Sawo juga kaya akan vitamin C, yaitu 14,7 mg/100 g. Konsumsi 100 gram sawo dapat memenuhi 24,5 persen kebutuhan tubuh akan vitamin C setiap hari. Vitamin C dapat bereaksi dengan berbagai mineral di dalam tubuh. Vitamin C berperan penting dalam metabolisme tembaga.
Selain itu, konsumsi vitamin C dalam jumlah cukup dapat membantu meningkatkan penyerapan zat besi. Vitamin C juga dapat berinteraksi dengan berbagai vitamin lain, seperti vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan.
Buah sawo juga mengandung asam folat, 14 mkg/100 g. Asam folat diperlukan tubuh untuk pembentukan sel darah merah. Asam folat juga dapat membantu pencegahan terbentuknya homosistein yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Vitamin lain yang juga terkandung pada buah sawo adalah: riboflavin, niasin, B6, dan vitamin A. Meskipun dapat digunakan sebagai sumber vitamin dan mineral, sawo sebaiknya tidak diberikan kepada bayi karena getahnya dikhawatirkan akan mengganggu saluran pencernaan.
Buah sawo juga mengandung banyak gula sehingga baik untuk digunakan sebagai sumber energi. Namun, buah ini tidak dianjurkan bagi penderita diabetes melitus karena dapat meningkatkan kadar gula darah dengan cepat.
Empuk dan Mulus Sawo yang siap dikonsumsi adalah sawo matang. Buah mentah tidak enak dimakan karena keras. Rasanya pahit dan kelat disebabkan tingginya kandungan tanin dan kaustik. Sawo yang berkualitas baik adalah sawo yang empuk dan berwarna coklat tua.
Masalah bentuk dan besarnya tidak jadi masalah, yang terpenting kulitnya harus mulus. Jangan memilih sawo yang ada luka, goresan, atau lubang sekecil apa pun. Selain itu, jangan memilih sawo yang memiliki bekas getah di bagian kulit. Sawo yang kulitnya cacat punya daging bagian bawah yang rusak atau keras.
Buah yang telah matang dapat disimpan pada suhu rendah untuk memperpanjang umur simpannya. Buah matang yang disimpan pada suhu 0 derajat celsius dapat bertahan 12-13 hari. Buah yang masih mentah bila disimpan pada suhu 15 derajat celsius dapat bertahan dalam keadaan baik selama 17 hari. Buah sawo mentah yang disimpan pada suhu lebih rendah lebih dari 10 hari tidak akan matang secara normal.
Untuk merangsang supaya cepat matang, sawo perlu diperam, setelah dicuci untuk menghilangkan bagian kulitnya yang mati. Ada beberapa cara pemeraman. Buah ditempatkan dalam wadah yang tertutup (misalnya dalam peti atau karung) selama beberapa hari. Namun, cara pemeraman demikian akan menjadikan buah matang tidak dalam waktu bersamaan. Guna mendapatkan sawo yang matang serentak, buah dimasukkan ke dalam tempat yang tertutup rapat, kemudian diberi karbit atau diasapi.
Buah sawo sangat rawan tercemar mikroba karena kandungan air dan zat gizinya yang tinggi. Geotrichum candidum, Cladosporum oxysporium, dan Penicillium italicum adalah contoh mikroba yang sering terdapat pada buah sawo.


sumber :  https://leliisriani94.wordpress.com/category/info/buah-sawo-baik-untuk-jantung/

USAHA PETERNAKAN RAKYAT


1.1  Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia menyebabkan peningkatan jumlah kebutuhan pangan, termasuk kebutuhan pangan asal hewani. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan pangan hewani terutama daging dapat terpenuhi melalui ternak. Pada awalnya pasokan daging sapi bisa disebut pasokan daging paling besar, namun berangsur-angsur pasokan daging sapi mulai menurun.
Konsumsi daging sapi sebenarnya menduduki urutan ketiga setelah ikan dan produk puoltry, yaitu mencapai 1,99 kg setara karkas/kapita/tahun atau sekitar 10.3 persen dari total konsumsi daging pada tahun 2001 (GMI database dalam Hadi et al, 2002).
Sedangkan permintaan daging selama tahun 200-2010 mengalami laju peningkatan sebesar 5,00 persen per tahun, yaitu dari sebesar 225.156 ton pada tahun 2000 meningkat menjadi 366.739 ton pada tahun 2010, sedangkan penawaran daging sapi mengalami laju penurunan sebesar -0,13 persen pertahun yaitu dari sebesar 203.164 ton pada tahun 2000 turun menjadi 200.576 ton pada tahun 2010 (Ilham et al, 2001). Terlebih pertumbuhan populasi sapi cenderung lambat dan tingginya laju pemotong sapi. Pada tahun 2007, konsumsi daging nasional mencapai 396.600 ton, sedangkan produksinya hanya 344.800 ton (Febyanti,2008).
Sehingga pada tahun 2007 pemerintah mengimpor daging dan jeroan sapi sebanyak 64.100 ton. Pada tahun 2008 dan 2009. Selama periode 2005-2009, Indonesia masih mengimpor 40 persen total kebutuhan daging sapi yang pada tahun 2009 mencapai 322,1 ribu ton. Departeman Pertanian menaikkan volume impor daging dan jeroan sapi serta sapi bakalan rata-rata di atas 10 persen.
Kondisi yang demikinan jika tidak diantisipasi dengan upaya terobosan dalam peningkatan produksi di dalam negeri akan menyebabkan Indonesia selalu bergantung pada pasokan impor dan menjadi target potensial pemasaran ternak sapi dan produk-produk turunannya bagi negara-negara produsen utama.
Untuk mendorong produksi daging sapi di dalam negeri diperlukan kondisi lingkungan usaha peternakan sapi yang kondusif. Dalam kaitan masalah tersebut, makalah ini mencoba melakukan analisis terhadap pengaruh peternakan rakyat dalam pemenuhan konsumsi daging sapi nasional.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peternakan rakyat mengembangkan usahanya?
2.      Apa pengaruh budaya masyarakat dalam cara-cara atau sistem memelihara sapi?
3.      Apa kebijakan-kebijakan pemerintah dalam membantu peternakan rakyat untuk mengembangkan usahanya?
4.      Berapa besar pasokan daging sapi yang dihasilkan peternakan tradisional?
5.      Apa pengaruh peternakan rakyat dalam membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya?
1.3  Tujuan
1.      Mengetahui cara-cara peternakan rakyat dalam mengembangkan usahanya.
2.      Mengetahui cara-cara atau sistem yang dilakukan peternak rakyat dalam memelihara sapi.
3.      Mengetahui peran pemerintah terhadap peternakan rakyat.
4.      Mangetahui prosentase pasokan daging sapi dari peternakan rakyat.
5.      Mengetahui pengaruh peternakan dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitarnya.

2.1 Peternakan Rakyat
Populasi ternak sapi terbesar di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang diusahakan dengan pakan hijauan yang ada di alam yang berupa rumput lapang dan jerami padi. Hal ini disebabkan karena peternak tidak mengetahui suplemen-suplemen yang dibutuhkan oleh sapi . Sapi Peranakan Ongole merupakan bangsa sapi yang banyak dibudidayakan di Indonesia (Prayugo et all.,2003). Peternakan sapi yang paling banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Sarwono dan Hario,2007). kenyataannya peternak lebih mementingkan berat badan dari sapi agar nilai jualnya lebih tinggi. Akan tetapi jerami padi hasil sisa tanaman pertanian kandungan proteinnya rendah (Sugeng, 2000).
Usaha sapi potong rakyat memiliki posisi yang lemah dan sangat peka terhadap perubahan (Yusja et al., 2001). Hal ini disebabkan oleh sifat usahanya, karekteristik usaha peternakan rakyat bercirikan oleh kondisi sebagai berikut (Aziz,1993): (1) skala usaha relatif kecil; (2) merupakan usaha rumah tangga; (3) merupakan usaha sampingan; (4) menggunakan teknologi sederhana; dan (5) bersifat padat karya dengan bernasis organisasi kekeluargaan
2.2 Pengaruh Lingkungan dan Budaya Terhadap Pola Pemeriharaan
Sistem atau cara-cara peternakan rakyat dalam memelihara sapi pada setiap daerah berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan kebiasaan atau budaya dari masyarakat daerah itu sendiri. Untuk daerah yang sulit untuk mendapatkan air dan bertemperatur tinggi biasanya menngunakan sistem berbasis lahan (landbase). Pola pemeliharaan yang berbasis lahan ini memilii ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pemeliharaan ternak biasanya dilakuakn di padang-padang pengembalaan yang luas yang tidak dapat digunakan sebagai lahan pertanian, sehingga pakan ternak hanya mengandalkan rumput yang tersedia di padang pengembalaan tersebut; 2. Biasanya terdapat di Nusa tenggara Timut, Nusa Tenggara Barat, sebagian Kalimantan, dan sebagian Sulawesi; 3. Teknik pemeliharaannya dilakukan secara tradisional, kurang mendapat teknologi;4. Pengusahaan tidak bersifat komersial, tetapi cenderung sebagai simbol status sosial.
Sedangkan untuk daerah yang mudah mendapatkan air dan temperatur udaranya tidak terlalu panas biasanya lebih memilih menggunakan sistem tidak berbasis ladang (non landbase). Pola non landbase memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pemeliharaan ternak lebih banyak dikandang dengan pemberian pakan di dalam kandang; 2. Terkait dengan usaha tani sawah atau ladang sebagai sumber hijauan pakan ternak; dan umumnya dilakukan di wilayah yang padat penduduk. Kedua pola pemeliharaan tersebut sangat berpengaruh dengan tingkat kesehatan dan kualitas dari sapi yang diternakkannya
.
2.3 Kebijakan Pemerintah
Peternakan kecil umumnya masih sangat sulit mengembangkan usahanya. Maka dari itu peran pemerintah sangat diharapkan untuk membantu peternakan rakyat untuk bisa mengembangkan usahanya dan dapat membantu untuk pemenuhan kebutuhan daging nasional. Adapaun kebijakan-kebijakan dan program pemerintah yang terkait dengan pengembangan usaha peternakan rakyat untuk peningkatan produksi, pengamanan populasi ternak domestik dan pengembangan usaha peternakan rakyat dapat dilakukan sebagai berikut :
1.      Peningkatan kelahiran
Dalam hal ini pemerintah dapat membantu peternakan rakyat untuk intensifikasi perkawinan.
2.      Peningkatan mutu produksi dan bobot ternak
3.      Pemberantasan dan pengendalian penyakit ternak
4.      Pembinan terhadap peternakan rakyat mengenai pakan ternak
2.5 Pasokan Daging Sapi dari Peternakan Rakyat
Kebutuhan masyarakat Indonesia akan daging sapi mencapai 484 ribu ton, karenannya pemerintah akan mengimpor sekitar 20 persen dari kebutuhan tersebut. Menteri Pertanian Suswono mengatakan, angka ini mengalami kenaikan karena konsumsi daging sapi per kapita masyarakat mengalami kenaikan dari sebelumnya 1,67 kg per kapita menjadi 1,98 kg per kapita. Sebanyak 80 persen dari kebutuhan daging sapi bisa dipenuhi dari dalam negeri, sisanya masih diimpor.
Dari populasi sapi di Indonesia peternakan rakyat mempunyai lebih dari 10 juta ternak sapi atau sekitar 60-80 persen komoditas ternak sapi dimiliki oleh peternakan rakyat. Berdasarkan data BPS 2011 provinsi di Indonesia sebagai sentral peternakan sapi adalah Jawa Timur (4,7 juta ekor), Jawa Tengah (1,9 juta ekor), Sulawesi Selatan (984 ribu ekor), Nusa Tenggara Timur (NTT) (778,2 ribu ekor), Lampung (742,8 ribu ekor), Nusa Tenggara Barat (685,8 ribu ekor), Bali (637,5 ribu ekor), dan Sumatera Utara (541,7 ribu ekor). Dari keterangan diatas sudah jelas bahwa peternakan rakyat merupakan alternatif utama bagi pemerintah jika masih menginginkan swasembada daging pada tahun 2014. Hal tersebut bisa terwujud jika adanya perhatian dari pemerintah terhadap peternak-peternak rakyat yang masih banyak diantara mereka tidak memiliki pendidikan yang memadai maupun modal yang mencukupi.
2.6 Tenaga Kerja
Peternak rakyat yang pada umumnya sangat membutuhkan ketersediaan hijauan makanan ternak (HMT). Di Indonesia sendiri HMT untuk hewan ternak sangat berlimpah dan tersebar di seluruh wilayah. Untuk mendapatkan HMT peternak membutuhkan tenaga kerja untuk mencarinya. Tidak hanya itu untuk kebutuhan-kebutuhan lainnyapun seperti penyembelihan dan pembersihan kandang juga membutuhkan tenaga kerja, karena peternakan rakyat tidak menggunakan teknologi yang moderen akan teteapi masih menggunakan tenaga manusis atau padakk karya. Dalam hal ini tentunya peternak tidak akan sulit mendapatkannya, karena peternak biasanya akan mendapatkan tenaga jerja yang berasal dari penduduk sekitar peternakannya. Sehingga hal ini akan membantu mengurangi angka pengangguran di masyarakat dan membantu masyarakat agar lebih sejahtera.

BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peternakan rakyat merupakan peternakan terbesar yang aa di Indonesia. Meskipun dalam kenyataannya peternakan rakyat ini masih memiliki kelemahan karena skala usaha yang kecil dan peternakan rakyat ini merupakan usaha rumah tangga.
Sistem beternak pada masing-masing daerah berbeda. Hal ini disebabkan pengaruh lingkungan dan kebiasaan dari masyarakat.untuk daerah yang sulit mendapatkan air dan bertemperatur tinggi biasanya menggunakan sistem berbasis lahan, sedangkan untuk daerah yang mudah mendapatkan air dan bertemperatur sedang biasanya menngunakan sistem berbasis non lahan atau menggunakan sistem kandang.
Untuk mengembangkan usaha peternakan rakyat ini perlu adanya kebijakan dari pemerintah untuk membantu peternak dalam mengembangkan usahanya. Karena pasokan daging sapi dalam negeri sekitar 60-80 persen berasal dari peternakan rakyat. Selain itu peternakan rakyat juga mampu menyerap tenaga kerja.
3.2 Saran
1.      Pemerintah harus memperhatikan peternakan rakyat dan dapat membantu untuk pengembangan usaha peternakan.
2.      Pemerintah harusnya mengurangi impor daging sapi agar peternakan rakyat dapat bersaing.
3.      Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk terobosan dalam kebutuhan daging sapi.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, A. M, 1993. Strategi Operasional Pengembangan Agroindustri Sapi Potong. Prosiding Agroindustri Sapi Potong. CIDES. Jakarta.
Febyanti, F, 2008. Rencana Impor daging sapi dari Brasil Ditentang. http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2011/12/23/brk,20111223-121431. Akses tanggal 23 Desember 2011.
Hadi,P. U., N. Ilham, A. Thahar, B. Winarso, D .Vincent, and D. Quirke, 2002. Improving Indonesia’s Beef Industry. Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR) Monograph No 35, vi+128P.
Ilham, N.B.Wiryono, I.K.Kariyoso, M.N.A.Kirom, dan Sri Hastuti, 2001. Analisis Penawaran dan Permintaan Komoditas Peternakan Unggulan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Prayugo, S.E, Purbowati dan S Dartosukarno, 2003. Penampilan Sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Limousin yang Dipelehara Secara Intensif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
Sarwono, B dan B.H.Hario, 2007. Penggemukan Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, B. Y, 200. Beternak Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.
Yusdja, Y. H. Malian, B. Winarso, R. Sayuti, dan A. S Bagyo, 20001. Analisa Kebijaksanaan Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan Peternakan. Laporan Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.